Kesaksian Peserta 212: Semerbak Harum Saat Hujan Turun di Monas
AKU datang longmarch bersama tak kurang 3000 (tiga ribu) jamaah dari daerah Harmony, memasuki daerah Monas melalui arah barat patung kuda bundaran HI. Mendapat gosip bahwa Monas sudah penuh. Tapi saya butuh menciptakan liputan kebenarannya.
Maka saya memotret dan menciptakan video di bundaran HI sebentar, kemudian menerobos masuk mendekati panggung utama orasi di Monas, yang sekaligus lokasi panggung imam jamaah sholat jumat.
Langkahku terhenti sekitar 25 meter dari panggung orasi, lantaran lautan umat sudah tidak mungkin saya belah lagi untuk lebih dekat. Dari titik itulah saya menciptakan liputan kesaksianku, sambil menggelar sajadah.
Selama tak kurang tiga jam berdiam di titik Barat Monas sempurna kiri imam yang sekaligus lokasi panggung utama orasi, cuaca tak sedetikpun panas. Matahari muncul sedikit tanpa mengkremasi terik, selebihnya mendung. Drone terus beterbangan di atasku, hellykopter mengelilingi Monas dalam hawa sejuk angin semilir.
Saat saya memejamkan mata sambil bersila di atas sajadahku sambil mendengarkan orasi Aa Gym, saya bahkan merasa sauasananya ibarat sedang di pinggir pantai, adem-semilir. Padahal kabarnya ini agresi demonstrasi.
Setelah orasi beberapa tokoh, tiba saatnya Muadzin mengumandangkan adzan sebagai tanda dimulainya ibadah Jumat yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim lelaki cendekia balikh.
Saat itulah hujan mulai turun, seolah Allah sengaja mengirim air wudhu untuk kami semua 7,4 juta jamaah.Untuk orang sebanyak itu, coba pikir berapa ton kubik air yang diperlukan untuk berwudhu sekalipun dalam situasi paling darurat?
Allah memahami kebutuhan kami, maka diturunkannya hujan yang tidak deras untuk kami berwudhu. MasyaAllah, jamaah pun diliputi rasa syukur dan haru.
Sekitar 5 menit hujan turun, indra penciumanku mengindera busuk semerbak harum. Aku berpikir sejenak, busuk parfum siapakah ini yang sanggup semerbak dalam guyuran hujan?
Bukankah kami berkumpul 7,4 juta orang? Mestinya kan pengab busuk keringat di bawah hujan? Normalnya kan busuk apag (tak sedap) pakaian kotor berkeringat yang terbasahi air?
Tapi ini malah busuk harum semerbak.
Aku coba berpikir lain: apakah ada yang sedang mengkremasi dupa?
Ah mana mungkin ada dupa di bawah guyuran hujan? Lagipula ini bukan busuk dupa, dan mana mungkin ada jamaah sholat jumat yang mengkremasi dupa?
Aku coba berpikir lain, dan harum semakin semerbak, lebih dari 5 menit sudah harum ini. Apakah ada sesorang yang menyemprotkan parfum mahal dalam jumlah besar ?
Aku lihat sekeliling, nihil. Di sisi kiri belakangku sekitar 50 meter memang ada kendaraan beroda empat tangki, tapi terang bertuliskan Air Minum (untuk Wudhu).
Harum semerbak bahkan kian jelas. Maka saya coba bertanya pada orang-orang di sekelilingku dengan bunyi tidak mengecewakan keras, lantaran memang belum Adzan kedua sebagai tanda dimulainya khutbah Jumat :
“Bapak-bapak dan Abang di sini semua apakah mencium busuk harum yang kuat?”
Semua menjawab:
“Ya, benar. Bau harum, wangi.”
Aku lihat tadi ada seorang bapak usia 50-an yang batuk dikala hujan mulai turun. Mungkin bapak ini sedang pilek. Aku pribadi tanya:
“Apakah bapak juga mencium busuk harum?”
Beliau tegas menjawab: “Ya, benar busuk harum !”
Aku bertanya sekali lagi dengan bunyi lebih keras pada semua jamaah di sekelilingku:
“Apakah semua yang di sini mencium busuk harum yang kuat?”
Semua serempak menjawab
“Ya”, sambil mengangguk. Sampai saya mengulagi 3 kali pertanyaanku pada jamaah, jawabnya pun sama: YA.
Aku melanjutkan pertanyaan:
“Parfum apakah yang sanggup berbau harum di tengah guyuran hujan begini?”
Kebetulan dikala itu hujan mulai sedikit deras, bersamaan dengan pertanyaanku.
Tidak ada jawaban.
Aku lanjutkan:
“Adakah di sekitar sini flora yang sedang berbunga, yang bapak dan kakak semua kenali dengan busuk harum begini?”
Semua menggeleng, kembali tak ada jawaban.
Aku lanjutkan lagi:
“Lalu busuk harum apa ini, yang kita semua sanggup merasakannya dalam guyuran hujan begini?”
Kali ini pertanyaanku melemah, bahkan sedikit tersekat.
Dan beberpa jamaah saya lihat mulai berubah raut mukanya, mereka mulai berlinang air mata.
Tiba-tiba saja kami para lelaki telah menangis di bawah hujan.
“MasyaAllah… Subhanallah.. apakah Kau sedang mengutus malaikat-Mu untuk kami ya Allah, dengan hujan ini?”
Seorang bapak berwajah keturunan Arab (tampaknya seorang ustadz atau mungkin habib) impulsif hampir berteriak sambil menangis.
Kami semua pun kian berlinang, tak kurang 100 orang dikala itu di dekatku yang memberi kesaksian wacana fenomena alam yang tak biasa ini.
Muadzin pun mengumandangkan adzan kedua, Habib Rieziq mulai berkhutbah sebagai khatib sholat Jumat, dan busuk harum tak tercium lagi, hujan terus merintik.
Kami tetap khidmat menyimak khutbah Jum’at yang menggetarkan.
Dan saya menjadi saksi di antara 7,4 juta jamaah:
“Itu jamaah sholat jumat terbesar yang pernah saya ikuti seumur hidup, di bawah guyuran hujan.
Allahu Akbar!”.
Sumber: Kesaksian Arik S. Wartono. Jakarta, 2 Desember 2016
Sourche: islampos.com
EmoticonEmoticon