Inilah Pidato Panglima Tni Jendral Gatot Nurmantyo Wacana Agresi Tenang 4 November, Simak Yuk

Share:

Inilah Pidato Panglima Tentara Nasional Indonesia Jendral Gatot Nurmantyo Tentang Aksi Damai 4 November, Simak Yuk

Siapa pun, perlu baca ini:
Pidato Panglima Tentara Nasional Indonesia Jendral Gatot Nurmantyo ... Masyaa Allah sangat manis untuk kita simak.

VEDIO LENGKAP VIA YOU TUBE

***


Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh,

Yang terhormat,

Ketua-ketua umum ormas Islam
Tokoh tokoh lintas agama
Para pejabat pemerintah kawasan dan para pejabat Tentara Nasional Indonesia Polri.
Para Santri segenap para alim ulama para Kiai, hadirin usul yang bebahagia.

Tidak ada yang pantas kita ucapkan selain puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT Karena hanya atas kuasa dan ridhonya kita sanggup hadir dalam program Peringatan 70 Tahun Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama di Tugu Proklamasi yang mempunyai nilai stratagis.

Dalam kesempatan ini perlu saya jelaskan, mengapa begitu saya diundang saya hadir di sini. Saya tiba tidak sendirian, saya tiba dengan dengan pasukan-pasukan khusus. Ada Kopasus, ada Marinir, ada Paskas, ada Kostrad, ada Armed.

Ini untuk mengingatkan generasi muda, bahwa usaha bangsa semenjak proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan oleh TNI, tetapi yang merebut kemerdekaan yakni seluruh komponen bangsa, termasuk para ulama. Setelah merdeka gres Tentara Nasional Indonesia lahir. Makara yang memerdekaan bangsa Indonesai bukan TNI, tetapi bapak-ibu kandung TNI, sehingga Tentara Nasional Indonesia yakni anak kandung raya.

Karena sejarah mencatat rangkaian bencana ini, bersentuhan pribadi dengan kedaulatan Republik Indonesia, Terdapat 4 bencana penting yang saling mensugesti dan saling menguatkan yaitu: bencana tanggal 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia. 5 Oktober hari pembentukan TKR kini TNI. 22 Oktober sebagai hari dicetuskannya Resolusi Jihad NU. Dan 10 November pecahnya perang di Surabaya yang kita kenal sebagai hari pahlawan hanya dalam hitungan empat bulan.

Pada kesempatan ini, saya ingin memberikan rasa hormat dan apresiasi yang tinggi terhadap semangat dan motivasi yang ditunjukkan para santri sebagai generasi muda bangsa yang terus memelihara dan meneguhkan komitmennya terhadap usaha para pahlawan serta kecintaan pada tanah air, salah satunya diwujudkan pada gerak jalan memperingati Resolusi Jihad yang menempuh jarak ratusan kilometer diawali dari tugu pahlawan di Surabaya dan hingga di tugu proklamasi di Jakarta.

Hadirin undangan, penerima gerak jalan yang berbahagia.

Setelah tujuh puluh tahun berlalu, pesan yang tersirat dan pelajaran yang diperoleh dari bencana Resolusi Jihad antara lain: bahwa usaha melawan penjajah ketika itu, terkait bersahabat dengan Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Ra'is akbar NU KH. Hasyim Asyari pada tanggal 22 Oktober 1945.

Bangsa penjajah tidak rela negeri ini merdeka sehingga berusaha untuk menguasai kembali tanah air kita. NICA membonceng sekutu untuk menguasai tanah air Indonesia, namun hal itu diketahui oleh para pejuang kemerdekaan dan ditindaklanjuti dengan merapatkan barisan untuk menolak kedatangan kolonialis. Untuk itu para santri berkumpul di seluruh wilayah, Jawa, Madura, seluruh Jawa mereka mengatur langkah taktik usaha sebagai kewajiban mempertahankan tanah air dan bangsanya.

Dan pada tanggal 17 September 1945, Presiden Soekarno, memohon fatwa aturan mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam kepada KH. Hasyim Asyari, sehingga KH. Hasyim Asyari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang berisikan jihad bahwa usaha membela tanah air yakni merupakan jihad fi sabilillah.

Dan selanjutnya menilai situasi di sekitar Surabaya Jawa Timur, atas pemikiran Mayor Jenderal TKR pada waktu itu, Mustopo, sebagai komandan sektor perlawaan Surabaya, bersama Sungkono, Bung Tomo dan tokoh-tokoh Jawa Timur menghadap KH. Hasyim Asyari untuk melaksanakan perang suci atau jihad dengan target mengusir sekutu dan NICA yang dipimpin oleh Brigjend Mallaby untuk memberikan eksistensi adanya perlawanan dan kedaulatan Republik Indonesia.

Mengapa demikian? sebab pada ketika memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, banyak bangsa-bangsa dunia dan PBB belum yakin apakah usaha kemerdekaan bangsa ini diberi hadiah oleh penjajah ataukah perlawanan rakyat.

Untuk itu
makna usaha 10 November mempunyai makna yang luar biasa, bahwa bangsa Indonesia bukan diberi tapi melawan mengusir penjajah. Maka lahirlah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yaitu berperang menolak dan melawan penjajah itu fardhu ain yang harus dikerjakan oleh setiap orang Islam laki-laki, perempuan, bawah umur bersenjata atau tidak. Bagi yang berada dalam jarak bulat 94 km dari tenpat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di luar jarak bulat tadi kewajiban itu menjadi fardhu kifayah yang cukup jika dikerjakan sebagian saja untuk membantu usaha di wilayahnya.

Tanpa Resolusi Jihad, maka tidak ada perlawanan heroik. Jika tidak ada perlawanan heroik maka tidak ada hari pahlawan 10 November. Dan sanggup mungkin tidak mungkin bangsa Indonesia ada menyerupai ketika ini.

Saya ingin pula menceritakan bahwa sebenarnya, perlawanan secara heroik bukan dilaksanakan tanggal 10, tetapi lebih awal. Makara pada ketika itu KH. Hasyim Asyari menyampaikan,”Kita tunda, kita menunggu singa Jawa Barat, yaitu Kiai Abbas bin Abdul Jamil”. Beliau yakni cicit dari MBah Muqoyyim, pendiri pesantren Buntet Cirebon.

Dan KH. Hasyim Asyari memerintahkan sesudah Kiai Abbas bin Abdul Jamil datang, memerintahkan bahwa komando tertinggi Laskar Hizbullah diserahkan untuk memimpin pribadi penyerangan sekutu di Surabaya pada tanggal 10 November 1945.

Pengaruh yang besar lengan berkuasa menciptakan keputusan KH. Hasyim Asyari tersebut mengundurkan waktu sangat tepat. Sehingga terjadilah pertempuran yang sangat heroik yang kita kenal hari ini menjadi hari pahlawan. Hari ini mempunyai makna yang sanggup kita petik dari bencana tersebut, bahwa usaha dan kepentingan mempertahankan kedaulatan negara berdimensi lintas etnis dan lintas wilayah. Siapapun dan di manapun mempunyai kewajiban yang sama membela bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tiga 'Jimat' Jendral Sudirman

Dalam kesempatan ini pula saya ingin mengingatkan, dan menggarisbawahi bahwa usaha kemerdekaan Resolusi Jihad, hari pahlawan, dan Tentara Nasional Indonesia mempunyai korelasi historis yang bersahabat dan menentukan. Kita tahu bahwa panglima Tentara Nasional Indonesia yang abadi, yang pertama, yaitu Jendral Sudirman, yakni seorang guru agama, seorang santri.

Saya sedikit menceritakan bagaimana usaha Jenderal Sudirman. Bahwa pada ketika Jendral Sudirman belasan orang melaksanakan gerilya, ada satu orang pengkhianat. Maka pada ketika Jendral Sudirman di rumah penduduk, sebab pengkhianat ini melaporkan kepada Belanda, dikepung.

Tim pengamanan paling depan melaporkan, “Pak Dhe kita sudah dikepung.”

“Tenang, semuanya ganti pakaian, dan berdzikir bahu-membahu saya.” (Mereka) melaksanakan tahlil Lailahaillah, Lailahaillah, Lailahaillah.

Belanda masuk, ditunjukkan anak buahnya Pak Dirman (yang pengkhianat itu), “Ini yang namanya Sudirman, yang Tuan cari-cari selama ini.”

Dilihat-lihat (oleh pihak Belanda),“Saya tidak percaya ini Sudirman.”

“Pak Saya anak buahnya, saya bahu-membahu bergerilya.”

Dilihat-lihat lagi, tapi tetap tidak percaya.

Belanda itu mencabut pistol. “Kamu pembohong!” Dan penghianat itu ditembak di depan Pak Dirman. Lalu Belanda pribadi keluar.

Makna ini mengingatkan, jangan sekali-kali kita menjadi penghianat bangsa. Baru di dunia saja sudah dieksekusi oleh Allah apalagi di alam abadi nanti.

Kemudian, bencana demi bencana Pak Dirman dikawal oleh Pak Tjokropranolo, dan Pak Suparjo Rustam. Beliau berdua Pak Tjokropranolo dan Pak Rustam, sebab saking penasarannya bertanya. (Pak Dirman kadang kala dipanggil Pak Dhe kadang kala dipanggil Pak Yai):

“Pak Yai, saya pingin tahu, jimatnya Pak Yai itu apa? Kita dikepung, Pak Yai hening saja. Malah pengkhianat yang ditembak. Kita ditembaki, Pak Yai tenang-tenang saja.”

Beliu menjawab, “Kamu ingin tahu? Saya punya tiga jimat. Jimat yang pertama, saya tidak pernah lepas dari bersuci. Makara jika batal wudhu kau kan bawa kendi saya, saya selalu berwudlu. Itu jimat yang pertama. Jimat yang kedua saya tidak pernah shalat tidak sempurna waktu. Selalu bersih, waktunya shalat saya niscaya salat, kau tahu kan? Dan yang ketiga, jimat saya yang ketiga yakni semua yang saya lakukan dengan tulus dan tulus untuk rakyat dan bangsa Indonesia.”

Wassalamua’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Sourche: http://www.portalpiyungan.co/
Advertisement
 
Advertisement
 


EmoticonEmoticon