Sebarkan!! Pak Ahmad Heryawan, Tolong Bantu Anak-Anak Kampung Cisarua
Namanya Siti Afifah, biasa disapa Teh Ifa. Umurnya gres 17 tahun. Di luar dugaan, meski masih bertatus remaja, namun Teh Ifa sudah enam tahun mengajar anak anak di Kelas Jauh, SDN Sirna Asih, Kampung Cisarua, Desa Banyuresmi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Ifa berbeda dengan cukup umur pada umumnya. Jika cukup umur lain asyik menikmati dunia remaja, dan menempuh pendidikan sampai akademi tinggi, Ifa harus puas hanya berbekal ijazah Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau setara dengan Sekolah Dasar.
sumber foto: Republika
Sudah enam tahun beliau bergelut mengajar di SD yang ruang kelasnya di bawah tenda bambu. Mungkin alasannya ialah hanya tamatan MI, Ifa diserahi tanggungjawab mengajar kelas 2 SD. Dari 4 guru di luar Kepala Sekolah, beliau termasuk guru pertama di sekolah ini. Soal honor, beliau enggan menyebut. Alasannya, kadang ada kadang tidak.
Namun bukan itu yang utama. Semangat dedikasi Ifa yang ingin melihat bawah umur di desanya sanggup menikmati pendidikan, minimal sanggup baca tulis, itulah yang patut diacungi jempol. Melihat penampilan Ifah, beliau memang masih layaknya remaja.
Yang membedakan, Ifa terlihat agak formil alasannya ialah mengenakan seragam batik sekolah. Usianya kini 17 tahun. Namun Ifa sudah membantu mengajar bawah umur semenjak usia 11 tahun, tepatnya ketika itu ketika ia masih berstatus kelas 5 di Madrasah. “Saat itu, aku biasa tidak masuk sekolah alasannya ialah di sini perlu bantuan. Karena guru susah tiba mengajar di kampung ini,” katanya.
Kampung Cisarua, yang terletak di Desa Banyuresmi ini memang sulit dijangkau. Perjalanan dari kampung terdekat yakni Kaungluwuk hanya sanggup dilewati dengan kendaraan sepeda motor. Itu pun jikalau tidak turun hujan. Medannya sangat berat, alasannya ialah harus melewati jalanan yang rusak parah, yang terdiri atas bongkahan batu-batu. Sebagian jalannya juga hanya jalan setapak di sepanjang pinggiran kebun dan halaman rumah warga.
Di sinilah, Ifa lahir dan dibesarkan. Dibanding bawah umur seusianya yang tidak sempat mengenyam pendidikan, beliau masih beruntung sanggup sekolah di Madrasah Nurul Huda, yang terletak di kampung terdekat. Saat bersekolah dulu, Ifa harus berjalan kaki sekitar empat kilometer, dengan jarak tempuh sekitar dua jam. Kini, Ifa menjadi keinginan warga kampung untuk mengajari bawah umur kampungnya membaca dan berhitung.
sumber foto: Republika
Kondisi Sekolah Tenda dan Bambu
Ibarat sekolah yang seolah jauh dari wilayah pemerintah pusat, padahal beliau berada di Kabupaten Bogor. Jika berilang jarak, Kabupaten Bogor terbilang bersahabat dengan sentra pemerintahan. Namun masih banyak sekolah yang kondisinya rusak parah serta menjalankan praktek sekolah jarak jauh di Kabupaten Bogor.
Belum lagi, ruang kelas rusak yang sanggup mencapai ribuan kelas. Begitu pula sekolah jarak jauh yang memang hampir tak terjamah kebijakan.
Belum usang ini, Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia bersama YAPPIKA Jakarta mengunjungi salah satu Kelas Jauh di Kabupaten Bogor. Syamsuddin Alimsyah, Direktur Kopel Indonesia menyampaikan maksud dari kunjungan lapangan itu akan dijadikan materi advokasi, dan masukan bagi DPRD ketika melaksanakan pembahasan RAPBD 2017 yang pembahasannya disebut Syamsuddin terus molor sampai sekarang.
“Kami menurunkan tim untuk mengunjungi eksklusif sekolah-sekolah di Kabupaten Bogor. Tidak semua sekolah dikunjungi, ini hanya sampel saja. Maklum saja sekolah rusak di Kabupaten Bogor terlalu banyak,” kata Syamsuddin.
Tim mengunjugi SDN Sirna Asih yang terletak di kampung Cisarua, Desa Banyuresmi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Kondisi sekolah cukup miris. Ruang kelasnya terbuat dari tenda bambu. Mirip-mirip warung kaki lima, beralaskan tanah beratapkan tenda biru.
Dindingnya juga dari tenda serupa. SDN Sirna Asih menjadi satu-satunya referensi keinginan para orang bau tanah untuk menyekolahkan anaknya. Letak kampung yang sangat terpencil dan sulit dijangkau, menciptakan masyarakat enggan membiarkan anak-anaknya sekolah di luar kampung.
Untuk menjangkau sekolah SD yang dianggap terdekat dari kampung, bawah umur harus berjalan kaki sekitar tiga kilometer. Butuh waktu minimal 1,5 jam untuk menjangkau sekolah dari kawasan tinggal mereka. Faktor inilah yang menciptakan masyarakat enggan menyekolahkan anaknya.
Sekolah ini sangat bergantung dengan SDN Induk Sirna Asih yang letaknya juga sangat jauh. Segala biaya operasional termasuk gaji guru bergantung kepada SDN induk. Di sekolah ini terdapat empat guru di luar kepala sekolah. Benyamin, ialah Kepala Sekolah sekaligus guru di SDN Induk. Karena itu, bawah umur setiap harinya lebih banyak diajar oleh guru guru honor.
Meski penampakannya sangat jauh dari layak, namun bawah umur berguru cukup antusias. Ada sekitar 100 lebih murid yang dibagi dalam enam rombongan berguru (Rombel).
Saat mengunjungi sekolah tersebut, Syamsuddin mendapat warta bahwa keterbatasan ruangan, menciptakan siswa terpaksa berguru bergantian. “Kelas 1, 2 dan 3, berguru mulai jam 07.00 sampai 10.00 WIB. Dilanjutkan kelas 4, 5 dan 6 pada pukul 10.00 sampai 12.00 WIB. Meski sudah diterapkan bergantian, namun tetap tidak memadai,” kata Syamsuddin.
Selain ruang kelas yang jauh dari cukup, sekolah ini juga tidak mempunyai halaman seolah. Sebagian bawah umur pun kadang dijumpai berguru sambil mengerjakan kiprah di bawah teras teras warga.
Soal akomodasi lainnya, nyaris tidak ada sama sekali. Hanya bangku-bangku murid dan papan tulis yang terpasang di balik tenda biru. Tak ada meja guru, apalagi perpustakaan. Ketika anak-anak kebelet ingin buang air, mereka biasanya lari turun ke sungai yang letaknya cukup dekat.
Sekolah yang berstatus Kelas Jauh ini sudah beroperasi semenjak enam tahun yang silam. Rencananya 2017 nanti, Syamsuddin menyampaikan kelas 6 sudah akan diikutkan Ujian Nasional (UN). Dari segi potensi murid, bahwasanya kelas yang ada jauh dari cukup. Menurut warga, sekiranya akomodasi sekolah ada, sekitar 300 anak bahwasanya sudah harus mendapat pelayanan pendidikan dasar.
“Sayang sekali, meski warta mengenai kondisi sekolah sudah diketahui DPRD Kabupaten Bogor, namun sampai ketika ini, tidak ada gejala kampung ini akan dibangunkan gedung sekolah,” tambah Syamsuddin.
Semoga Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan pejabat terkait, juga para simpatisan mau membantu meringankan beban Ifah dan warga Kampung Cisarua lainnya.
Sourche: eramuslim.com
EmoticonEmoticon